Wednesday 26 March 2014

Sejarah Ringkas Hari Jadi Kota Pati

"PATI BUMI MINA TANI" begitulah slogan Kabupaten Pati. Sebuah daerah yang berada dipesisir utara Pulau Jawa. Kabupaten Pati berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Rembang di timur, Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan di selatan, serta Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara di barat.
Bagaimanakah kisah, asal usul terbentuknya Kabupaten Pati? Mungkin tak banyak orang yang mengetahui bagaimana Sejarah Terbentuknya Kabupaten Pati. Bahkan anak-anak muda pati hampir bisa dipastikan tidak mengetahui bagaimana pula Sejarah Kota Pati. Kalau dahulu mungkin diceritakan melalui pentas pewayangan atau ketoprak dengan judul BABAD KOTA PATI, tapi kalau sekarang sedikitlah mungkin anak muda yang mau menonton pentas seni semacam itu.
Untuk itu disini akan saya coba ceritakan bagaimana asal muasal Hari Jadi Kota Pati.

Untuk menulusuri Hari Jadi Kabupaten Pati, Bupati KDH TK. II Pati membentuk Tim Penyusun dan Penelitian Hari Jadi Kabupaten Pati dengan Surat Keputusan No. 003.3/869 tanggal 19 November 1992.
Tim penyusunan dan Penelitian bersepakat bahwa untuk penelitian Hari Jadi Kabupaten Pati berpangkal tolak dari beberapa gambar yang terdapat pada Lambang Daerah Kabupaten Pati yang sudah disahkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1971.

Gambar yang dimaksud yang berupa :
“KERIS RAMBUT PINUTUNG DAN KULUK KANIGARA”
Menurut cerita rakyat dari mulut kemulut yang terdapat juga pada kitab babad pati dan kitab babad lainnya dua pusaka itu merupakan Lambang kekkuasaaan dan kekuatan yang juga merupakan simbol kesatuan dan persatuan.

Barang siapa yang memiliki dua pusaka tersebut, akan mampu menguasai dan berkuasa memerintah di Pulau Jawa. Adapun yang memiliki dua pusaka tersebut adalah Raden Sukmaya Penggede Majasemi andalan Kadipaten Carangsoka.

Menjelang akhir abad ke 13 sekitar tahun 1290 Masehi di Pulau Jawa fakum penguasa pemerintahan yang berwibawa. Kerajaan Pajajaran mulai runtuh, Kerajaan Singosari surut, sedang kerajaan Majapahit belum berdiri.

Dipantai utara Jawa Tengah sekitar Gunung Muria bagian timur muncul penguasa lokal yang mengangkat dirinya sebagai Adipati, wilayah kekuasaannya disebut Kadipaten.
Ada dua pusaka lokal diwilayah itu, yaitu :
  1. Penguasa Kadipaten Paranggaruda, Adipatinya bernama Yudhapati. Wilayah kekuasaannya meliputi sungai Juwana keselatan, sampai Pegunungan Gamping utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Grobogan. Mempunyai seorang putra bernama bernama Raden Jasari.
  2. Penguasa Kadipaten Carangsoka, Adipatinya bernama Puspa Andungjaya, wilayah kekuasaannya meliputi semua Sungai Juwana sampai pantai utara Jawa Tengah bagian Timur. Adipati Carangsoka mempunyai seorang putri bernama Rara Rayung Wulan.
Kedua Kadipaten tersebut hidup rukun dan damai, saling menghormati dan saling menghargai. Untuk melestarikan kerukunan dan memperkuat tali persaudaraan itu kedua Adipati tersebut bersepakat untuk mengawinkan putra dan putrinya itu. Utusan Adipati Paranggaruda untuk meminang Rara Rayungwulan telah diterima. Namun calon mempelai putri minta bebana agar pada saat pahargyan bojawiwaha daup (resepsi) dimeriahkan dengan pegelaran wayang dengan dalang kondang yang bernama Sapanyana.

Untuk memenuhi bebana itu, Adipati Paranggaruda menugaskan penggede kemaguhan yang bernama Yuyurumpung agul-agul Paranggaruda. Sebelum melaksanakan tugasnya, lebih dulu Yuyurumpung berniat melumpuhkan kewibawaan Kadipaten Carangsoka dengan cara menguasai dua pusaka milik Sukmayanadi Majasemi. Dengan bantuan Sondong Majeruk kedua pusaka itu dapat dicurinya. Namun sebelum dua pusaka itu diserahkan kepada Yuyurumpung, dapat direbut kembali oleh Sondong Makerti dari Wedari, bahkan Sondong Majemuk tewas dalam perkelahian dengan Sondong Makerti dan pusaka itu diserahkan kembali kepada Raden Sukmayana.

Usaha Yuyurumpung untuk menguasai dan memiliki dua pusaka itu gagal. Walaupun demikian Yuyurumpung tetap melanjutkan tugasnya untuk mencari Dalang Sapanyana agar perkawinan putra Adipati Paranggaruda tidak mengalami kegagalan.

Pada malam pahargyan bojana wiwaha (resepsi) perkawinan dapat diselenggarakan di Kadipaten Carangsoka dengan pergelaran wayang oleh ki Dalang Sapayana. Diluar dugaan pahargyanbaru saja dimulai, tiba-tiba mempelai putri meninggalkan kursi pelaminan menuju kepanggung dan seterusnya meliran diri bersama Dalang Sapayana.

Parangya perkawinan antara Raden Jasari dan Rara Rayungwulan gagal total. Adipati Yudapati merasa dipermalukan. Emosinya tak dapat dikendalikan lagi, sekaligus menyatakan permusuhan terhadap Adipati Carangsoka dan peperangan tak dapat dielakan. Raden Sukmaya dari Kadipaten Carangsokamemimpin prajurit Carangsoka, mengalami luka parah dan kemudian wafat. Raden Kembangjaya (Adik ipar Raden Sukmayana) meneruskan peperangan dengan dibantu oleh Dalang Sapanyana dan menggunakan kedua pusaka itu sehingga dapat menghancurkan prajurit Paranggaruda. Adipati Paranggaruda, Yudhapati gugur dalam palagan membela kehormatan dan gengsinya.

Oleh Adipati Carangsoka, karena jasanya Raden Kembangjaya dikawinkan dengan Rara Rayungwulan, kemudian diangkat menjadi pengganti Carangsoka, sedangkan Dalang Sapayana diangkat menjadi patihnya dengan nama Singasari.

Untuk mengatur pemerintahan yang semakin wilayahnya kebagian selatan, Adipati Raden Kembangjaya memindahkan pusat pemerintahannya dari Carangsoka ke Desa Kemiri dengan mengganti nama Kadipaten Pesantenan. Dengan gelar Adipati Jayakusuma di Pesantenan. Adipati Jayakusuma hanya mempunyai seorang putra tunggal yaitu Raden Tambra. Setelah ayahnya wafat, Raden Tambra diangkat menjadi pengganti Adipati pesantenan, dengan gelar Adipati Tambranegara.

Dengan menjalankan tugas pemerintahan Adipati Tambranegara bertindak arif dan bijaksana. Menjadi Songsong agung yang sangat memperhatikan rakyatnya, serta menjadi pengayom bagi hamba sahayanya. Kehidupan rakyatnya penuh dengan kerukunan, kedamaian, ketenangan dan kesejahteraanya semakin meningkat. Untuk dapat mengembangkan pembangunan dan memajukan pemerintahan diwilayahnya Adipati Raden Tambranegara memindahkan pusat pemerintahan Kadipaten Pesantenan yang semula berada di desa kemiri menuju ke arah barat yaitu, di desa kaborongan dan mengganti nama Kadipaten Pesantenan menjadi Kadipaten Pati.

Dalam prasasti Tuhanbaru, yang ditemukan di desa Sidateka, wilayah Kabupaten Majakerta yang dimusium Trowulan. Prasasti itu terdapat pada delapan lempengan baja dan bertuliskan huruf Jawa Kuno. Pada lempengan yang ke empat antara lain berbunyi bahwa : Raja Majapahit, Raden Jayanegara menambah gelarnya dengan ABHISEKA WIRALANDA GOPALA pada 13 Desember 1323. Dengan patihnya yang setia dan berani bernama DIYAH MALAYUDA dengan gelar RAKAI. Pada saat pengumuman itu bersamaan juga dengan pisuanan agung dari Kadipaten pantai utara Jawa Tengah bagian Timur termasuk Raden Tambranegara berada didalamnya. Raja Jayanegara dari Majapahit mengakui wilayah kekuasaan para Adipati itu, dengan memberi status sebagai tanah perdikan dengan syarat bahwa para Adipati itu setiap tahun harus menyerahkan upeti berupa bunga.

Bahwa Adipati Raden Tambranegara juga hadir dalamPisauanan Agung di Majapahit itu terdapat juga dalam Kitab Babad Pati, yang disusun oleh K.M Sosro Sumarto dan S. Dibyosudiro, diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh Dandanggula pada : 12 yang lengkapnya berbunyi :
Tambranegara Pati “ Sumewo ! maring majalengka. Brawijaya ke dua, majalengka adalah Majapahit.....
".... Kratonya ing satanah jawi angalih Majapahit, ingkang jumeneng Ratu Brawijaya ingkang Kaping Kalih, ya Jaka Pekik nama, Raden Tambranegara sumewa maring, Kraton Majalengka ....."

Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa Raden Tambranegara Adipati Pati turut serta hadir dalam pisuwanan agung di Majapahit.

Menurut tradisi budaya pertanian (Kultur Agraris) kelompok masyarakat atau perorangan jika mengadakan kerja besar misalnya, melaksanakan pernikahan putranya, khitanan, mendirikan rumah, merehab rumah, atau pindahan kelain tempat, selalu mengusahakan tanggal yang terbaik. Dengan tujuan agar sesuatunya dapat berjalan dengan lancar, baik, selamat serta mendatangkan rejeki.

Hari dan tanggal yang baik itu jika sesuai dengan musim panen padi yang jatuh pada bulan Juli atau Agustus pada tiap tahunnya. Kalau pisuwanan agung yang dihadiri oleh Raden Tambranegara ke Majapahit pada tanggal 13 Desember 1323, maka diperkirakan bahwa pindahnya Kadipaten Pesantenan dari Desa Kemiri ke Desa Kaborongan dan menjadi Kabupaten Pati itu diperkirakan pada bulan Juli dan Agustus 1323.
Ada tiga tanggal yang baik pada bulan Juli dan Agustus 1323 yaitu : 3 Juli, 7 Agustus, dan 14 Agustus 1323.
Seminar Hari Jadi Kabupaten Pati yang diselenggarakan oleh Bapak Bupati KDH Tk. II Pati pada tanggal 28 September 1993 di Pendopo Kabupaten Pati yang dihadiri oleh para perwakilan lapisan masyarakat Kabupaten Pati, para guru sejarah SLTA se kabupaten pati, Konsultan Dosen Fakultas Sastra dan Sejarah UNDIP Semarang, secara musyawarah dan mufakat, sepakat memutuskan bahwa tanggal 7 Agustus 1323 sebagai hari kepindahan Kadipaten Pesantenan di Desa Kemiri ke Desa Kaborongan menjadi Kabupaten Pati, menjadi momentum HARI JADI KABUPATEN PATI. Dengan surya sengkala “KRIDANE PANEMBAH GEBYARING BUMI”, yang bermakna "Dengan Bekerja kerasdan penuh do’a kita gali Bumi Pati untuk meningkatkan kesejahteraan lahiriah dan batiniah ". Untuk itu maka setiap tanggal 7 Agustus 1323 yang ditetapkan dan diperingati sebagai "HARI JADI KABUPATEN PATI"



Sumber : Tim Penyusun dan Penelitian Hari Jadi Kabupaten Pati
gambar diperoleh dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment

tanggapan, saran, kritik, diskusi, dll silahkan corat-coret dikomentar, tapi yang sopan ya..